Imunisasi adalah kunci pelayanan kesehatan dasar, hak asasi manusia yang tidak dapat disangkal, dan salah satu investasi kesehatan terbaik yang dapat dibeli dengan uang. Vaksin juga penting untuk pencegahan dan pengendalian wabah penyakit menular. Imunisasi mendukung keamanan kesehatan global dan merupakan alat penting dalam memerangi resistensi antimikroba.
Kita sekarang memiliki vaksin untuk mencegah lebih dari 20 penyakit yang mengancam jiwa, membantu orang-orang dari segala usia hidup lebih lama dan lebih sehat. Imunisasi saat ini mencegah 3,5 juta hingga 5 juta kematian setiap tahun akibat penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis, influenza, dan campak (WHO).
Vaksin melatih sistem kekebalan untuk membuat antibodi, sama seperti ketika terkena suatu penyakit. Namun, karena vaksin hanya mengandung kuman yang telah dibunuh atau dilemahkan seperti virus atau bakteri, maka vaksin tersebut tidak menyebabkan penyakit atau membuat tubuh berisiko mengalami komplikasi.
Vaksin melindungi terhadap berbagai penyakit, termasuk, kanker serviks, kolera, COVID 19, difteri, hepatitis B, influensa, Ensefalitis Jepang, malaria, campak, meningitis, penyakit gondok, pertusis, radang paru-paru, polio, rabies, rotavirus, rubella, tetanus, penyakit tipus, varisela dan demam kuning. Beberapa vaksin lain saat ini sedang diujicobakan, termasuk vaksin yang melindungi terhadap Ebola atau malaria, namun belum tersedia secara luas secara global.
Secara global pada tahun 2023, ada 14,5 juta anak yang tidak mendapatkan vaksinasi apa pun – yang disebut sebagai anak tanpa dosis. Di Indonesia lebih dari 1,8 juta anak Indonesia tidak mendapat Imunisasi Rutin Lengkap selama 6 tahun terakhir, dari 2018 sampaii 2023. Akibatnya, beragam kasus dan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) terjadi di beberapa daerah sepanjang 2023.
“Pada tahun 2023 banyak kasus dan KLB PD3I (Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi), yaitu campak rubella sebanyak 136 kasus, KLB difteri 103 kasus, kasus polio 8 kasus, kasus tetanus 14 kasus, dan pertusis atau batuk 100 hari sebanyak 149 kasus,” kata Direktur Pengelolaan Imunisasi Prima Yosephine, dalam temu media Pekan Imunisasi Dunia 2024 di kantor Kementerian Kesehatan, Senin (18/3).
Prima mengungkapkan kekhawatirannya terhadap situasi ini, terutama mengingat agenda imunisasi global seperti Eradikasi Polio dan eliminasi Campak Rubella pada 2026. Ia khawatir agenda global itu tidak tercapai. “Kalau keadaannya seperti ini terus tidak ada kemajuan di lapangan maka mungkin mimpi ini hanya akan jadi mimpi,” ucap Prima.
Prima menyebutkan, masih banyak anak yang belum diimunisasi karena beberapa alasan. Menurut temuan UNICEF dan AC Nielsen pada kuartal kedua tahun 2023, sekitar 38 persen orang tua enggan melakukan imunisasi karena takut terhadap imunisasi ganda atau lebih dari satu suntikan. Sementara itu, sekitar 12 persen mengaku khawatir terhadap efek samping vaksin. Kekhawatiran ini didukung oleh 40 persen dari total responden yang menolak memberikan imunisasi pada anak mereka.
“Imunisasi ganda sudah terjadi di banyak negara dan ini cukup aman. Sebenarnya mereka ini tidak maunya bukan karena sudah punya pengalaman sendiri, tetapi karena dengar dari orang lain,” tutur Prima.
Untuk mengurangi angka anak yang belum mendapatkan imunisasi, penguatan strategi imunisasi rutin sangatlah penting. Salah satu pendekatan tersebut adalah memperkuat sisi suplai, termasuk kesiapan vaksin dan logistik, kesiapan wilayah, imunisasi kejar, imunisasi tambahan masal (ORI), kualitas tenaga kesehatan serta pencatatan dan pelaporan. Selain itu, penguatan juga perlu dilakukan dari sisi permintaan dengan aktif melakukan sosialisasi dan edukasi, pemberdayaan masyarakat dan pelibatan lintas sektor.
Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Hartono Gunardi menekankan perlunya imunisasi kejar untuk melengkapi imunisasi yang tertunda pada anak-anak. Ia menambahkan, dalam pelaksanaanya, imunisasi kejar bisa dilakukan dalam dua cara, yakni memberikan imunisasi tanpa harus diulang dari awal atau melakukan program suntikan ganda yang telah terbukti aman dan efektif. “Tidak ada imunisasi yang hangus, jadi yang belum dapat tinggal dilanjutkan saja,” katanya.
Jika anak belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap melebihi batas usia yang dijadwalkan, maka dapat dilakukan imunisasi kejar. Program ini akan diberikan hingga anak berusia 18 tahun. Sayangnya, program ini tidak mencakup semua jenis vaksin. Beberapa jenis vaksin yang bisa disusulkan jika terlambat imunisasi dasar adalah polio, hepatitis B, DPT, dan MMR apabila anak belum mendapatkan vaksin campak setelah memasuki usia satu tahun. Melewatkan jadwal imunisasi dapat meningkatkan risiko tertularnya penyakit. Karenanya, penting bagi setiap orang tua untuk memastikan buah hatinya mendapatkan vaksinasi sesuai jadwal imunisasi dasar lengkap yang telah ditetapkan.
Stay Happy Stay Healthy 🙂
Referensi :
1. ‘Imunisasi Kejar’ untuk Lengkapi Imunisasi Rutin Anak. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20240318/3045117/imunisasi-kejar-untuk-lengkapi-imunisasi-rutin-anak/
2. Vaccines and immunization https://www.who.int/health-topics/vaccines-and-immunization#tab=tab_1
3. Immunization coverage. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/immunization-coverage
4. Imunisasi Dasar Lengkap. https://puskesmaskutautara.badungkab.go.id/artikel/50021-imunisasi-dasar-lengkap